Thursday, March 26, 2015

Takengon, titik persimpangan takdir.

de·cep·tion
dəˈsepSH(ə)n/
noun
noun: deception; plural noun: deceptions
  1. the action of deceiving someone.
    "obtaining property by deception"
    • a thing that deceives.
      "a range of elaborate deceptions"

      synonyms:deceit, deceitfulness, duplicity, double-dealing, fraud, cheating,trickery, chicanery, deviousness, slyness, 
      wiliness, guile, bluff, lying, pretense, treachery; 
      informalcrookedness, monkey business,monkeyshines

***

Sejujurnya, bagi saya pindah ke Takengon adalah keputusan dengan makna ganda. Disatu sisi, itu adalah keputusan paling tepat, karena keluarga memang semestinya bersama, bukan terpisah sana sini dengan berbagai alasan (kecuali memang dalam kondisi yang sangat terpaksa).

Tapi di sisi lain, ini adalah keputusan pengakuan. Ya, saya mengakui sudah kalah, sudah gagal, saya mundur.

Bagi saya, selama bertahun-tahun, Takengon hanyalah kota kecil dengan alam yang indah, tapi sangat tidak terberdayakan. Seharusnya bisa jadi destinasi wisata, tapi tempat wisatanya banyak tidak dikelola dengan baik. Kotanya tidak punya tempat hiburan menarik, dan selepas maghrib, mulai sepi.
Begitulah, saya datang. Pindah meninggalkan samudera, air laut yang asin, udara panas, pohon kelapa, dan terutama, kota yang saya anggap lebih menjanjikan masa depan. Meninggalkan Banda Aceh.

Menyerah? Tidak juga.

Saya masih berharap. Saya coba membuat berbagai pelatihan, dengan biaya yang akan membuat teman-teman trainer di luar sana protes, terlalu 'ringan'. Pelatihan Public Speaking, sepi. Pelatihan Dasar Desain Grafis, lebih sepi. Pelatihan demi pelatihan cuma menghasilkan kekecewaan baru di atas kekecewaan lainnya.

Bahkan seorang teman yang putra asli Gayo, akhrinya menepuk bahu saya sambil mengatakan "Sepertinya kota ini masih belum membutuhkan semua training itu bang, harga cabai yang naik turun tak jelas, masih lebih diperhatikan."

Menyusuri berbagai pertemuan, obrolan, saya menemukan bahwa saya bukan satu-satunya. Ada banyak teman yang mencurhatkan derita yang sama. Betapa mereka datang dengan mimpi besar, membawanya dari Jakarta, Bandung, Sidney, Banda Aceh, hanya untuk menemukan kurangnya dukungan.

Bukan rekayasa, ini setahun lalu.
Jujur saja. Sepertinya bila saya mundur, menyerah, dan fokus pada mencari nafkah saja, disela-sela pilihan saya sebagai Ayah Rumah Tangga, adalah keputusan yang sangat tepat. 

Lingkungan, teman-teman lain, bahkan waktu yang sangat terbatas --hanya ada beberapa jam di akhir pekan-- semua semuanya memberikan dukungan untuk berhenti.

Tapi rencana Allah memang diluar batas nalar manusia. Tanpa sebab, saya mampir ngopi di Kenari. Warung yang kadang saya kunjungi karena kesempatan berdikusi dan tambahan wawasan ilmu dari pemiliknya, Bang Roni, seorang ahli kopi dan Barista (walaupun beliau dengan rendah hati menolak sebutan itu). Dan kopi hari itu layak disebut sebagai kopi perubahan.

Qadarullah, obrolan hari itu, berputar mengenai mengambil peluang atau menciptakan peluang. Dengan caranya yang khas, berbagi tanpa menggurui, berbagai konsep tentang peluang di Takengon meluncur manis dari pemilik warung Kenari itu.

Saya pulang dengan pikiran penuh. Terlalu banyak ide yang ,mendadak muncul. Maklum otak sedang banjir semangat. Tapi dari pengalaman gagal yang sudah berkali-kali, semua ide itu harus disaring, diuji SWOT, atau akan berujung pada kegagalan baru lagi.

Ceritanya panjang. Tapi akhirnya saya memberanikan diri meminjam uang dari istri, untuk membeli kemasan dan membeli kopi, untuk pertama kalinya. Dan Havennoer Coffee lahir. Pelanggan awal, adalah seorang teman di Banda Aceh, yang (belakangan) jujur menceritakan bahwa semula dia membeli kopi yang saya tawarkan karena kasihan. Alhamdulillah sekarang dia termasuk yang rutin membeli Havennoer di Solong Coffee Sp. 7, Ulee Kareng, Banda Aceh.

Lalu 'guru' kami, Ustadz Fauzil, yang satu grup whatsapp menjadi bagian pembeli awal. Beliau juga yang membawa kopi kami sampai ke Birmingham, Inggris.

Sukses? Belum. Saya baru saja kembali meminjam dana, untuk mengurus perizinan. Masih jauh dari sukses. Tapi sebuah usaha yang memiliki gambaran bagus sedang berjalan. Dan semoga menjadi jalan untuk mengembalikan bantuan dan kebaikan banyak teman-teman selama ini.

Deception Point. Titik muslihat takdir saya. Bukan dalam arti buruk, malah sebaliknya. Takdir terlihat tidak menyenangkan, namun ternyata pahit-pahit kegagalan itu dipersiapkan untuk menguji. Karena setelahnya, Allah menghadirkan kesempatan dalam bentuk pahitnya kopi.
"Qadarullah wama sya'a fa'ala ~ Allah telah menakdirkan segala sesuatu, dan Dia berbuat menurut apa yg Dia kehendaki. (HR. Muslim)"
Di Takengon, saya menjadi 'Ayah Rumah Tangga', dan berusaha menebus enam tahun keegoisan yang menjauhkan saya dari Istri dan anak-anak. 

Mas Rizky dari semarang, Bang Baron
Bang Roni, & saya.
Di Takengon, saya bertemu peluang baru. Berkenalan dengan orang-orang yang sangat memberi inspirasi karena kesungguhan mereka. Bang Roni, bang Baron, dan ban Win RB, yang mengajari saya ilmu tentang kopi. Darma dan Putra. Bang Jager dan Kiki, yang bukan hanya jadi teman bicara dan minum kopi, namun jadi jalan saya menemukan kembali berbagai ilmu mengenai Islam dan 'perang penguasaan dunia' oleh zionis. Dan banyak nama lain, Ayi, Nasry, Ana, kak Mel, Zen, Iwan, yang membuat saya sadar kalau selama ini saya memaksakan membawa Banda Aceh ke Takengon, sebab utama semuanya berantakan. Ah, banyak betul nama-nama yang mengajari saya banyak ilmu baru.

Takengon dari mata mereka, adalah kota kecil yang sedang berjuang bangkit. Di balik berbagai kegagalan, ada sosok-sosok yang berjuang dari hal-hal yang sangat dasar. Ada mereka yang berjuang menciptakan kesempatan bukan mengambil kesempatan. 

Dan ternyata, pindah ke Takengon, adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah saya ambil.

Jalan masih panjang, perjuangan masih akan penuh ujian berdarah-darah. Tapi kali ini, saya tahu apa yang dikejar dan dituju. 
  1. Dimana ada kesulitan disitu ada kemudahan...

    Jadi pengen icip Havennoer #eh, sukses terus ya pak :)

    ReplyDelete
  2. kok? cerita kita jadi sama bang??
    tapi yudi belum sampai pada titik jalan keluar bang.. masih mentok semuanya nih :(

    curhat lagi deeeeh :D

    ReplyDelete
  3. T_T
    Speaceless Dad
    I believe someday will be better,
    Besarnya kesusahan hari ini sangat tergantung dengan kesuksesan masa depan.
    May Allah bless us.
    Allah mau "nyuruh" orang hebat keg bapak tuk bangun Takengon.

    ReplyDelete

Start typing and press Enter to search